latest Post

Pancasila sebagai paradigma kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Dalam penegakan hak asasi manusia tersebut, mahasiswa sebagai kekuatan moral harus bersikap obyektif, dan benar-benar berdasarkan kepentingan moral demi harkat dan martabat manusia, bukan karena kepentingan politik terutama kepentingan kekuasaan politik dan konspirasi kekuatan internasional yang ingin menghancurkan negara Indonesia. Perlu kita sadari bahwa dalam penegakan hak asasi tersebut, pelanggaran hak asasi dapat dilakukan oleh seseorang, kelompok orang termasuk aparat negara, penguasa negara baik disengaja ataupun tidak disengaja (UU. No. 39 Tahun 1999).
Dasawarsa ini, kita melihat dalam menegakkan hak asasi seringkali kurang adil. Misalnya kasus pelanggaran di Timur-timur, banyak kekuatan yang mendesak untuk mengusut dan mernyeret bangsa sendiri ke Mahkamah Internasional. Namun, ratusan ribu rakyat kita. Seperti korban kerusuhan Sambas, Sampit, Poso dan lainnya tidak ada kelompok yang mau memperjuangkannya. Padahal hak asasi mereka sudah diinjak-injak, jelaslah kejadian serta menderitanya mereka sama.

B.  RUMUSAN MASALAH           
1.        Apa yang dimaksud Moral Force ?
2.        Apa Peranan Mahasiswa Sebagai Moral Force ?
3.        Apa Peranan Kampus Sebagai Moral Force Pengembangan Hukum Dan HAM ?
4.        Mengapa pancasila dikatakan sebagai paradigma pembangunan ?




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Moral Force
Moral force atau kekuatan moral adalah fungsi yang utama dalam peran mahasiswa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lalu mengapa harus moral force? Mahasiswa dalam kehidupannya dituntut untuk dapat memberikan contoh dan teladan yang baik bagi masyarakat. Hal ini menjadi beralasan karena mahasiswa adalah bagian dari masyarakat sebagai kaum terpelajar yang memiliki keberuntungan untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi.
Kini, peran mahasiswa yang satu ini telah banyak ditinggalkan, banyak kegiatan mahasiswa yang berorientasi pada kehidupan hedonisme. Amanat dan tanggung jawab yang telah dipegang oleh mahasiswa sebagai kaum terpelajar telah ditinggalkan begitu saja. Jika ini terjadi, kegiatan mahasiswa bukan lagi berorientasi pada rakyat, hal ini pasti akan menyebabkan generasi pengganti hilang. Maka dari itu, peran moral force sangat dibutuhkan bagi mahasiswa Indonesia yang secara garis besar memiliki tujuan menjadikan negara dan bangsa ini lebih baik.
Mahasiswa dengan segala keunikan dan kelebihannya masih sangat rentan, sebab posisi mahasiswa yang dikenal sebagai kaum idealis harus berdiri tegap di antara idealisme mereka dan realita kenyataan. Realita ini yang ada dalam masyarakat, di saat mahasiswa tengah berjuang membela idealisme mereka, tenyata di sisi lain realita yang terjadi di masyarakat semakin buruk. Saat mahasiswa berpihak pada realita, ternyata secara tak sadar telah meninggalkan idealisme dan ilmu yang seharusnya di implementasikan. Inilah yang menjadi paradoks mahasiswa saat ini.
Posisi mahasiswa di masyarakat juga masih dianggap sebagai kaum ekslusif, kaum yang hanya bisa membuat kemacetan di kala aksi, tanpa sekalipun memberikan hasil yang konkret, yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Dengan kata lain, perjuangan dan peran mahasiswa saat ini telah kehilangan esensinya sehingga masyarakat sudah tidak menganggap peran mahasiswa sebagai suatu harapan. Inilah paradigma yang seharusnya diubah, jurang lebar antara masyarakat dan mahasiswa harus dihapuskan. Penulis berpendapat, bahwa peran mahasiswa saat ini setidaknya memiliki kesinergisan masyarakat dimana mahasiswa bernaung sebagai anak rakyat. Dengan begitu, mahasiswa tetap menebarkan bau harum keadilan sosial dan solidaritas kerakyatan.

B.     Peranan Mahasiswa Sebagai Moral Force

Berbagai aktifitas mahasiswa dalam kancah pergerakan nasional yang dilandasi oleh moral force telah tercatat dalam sejarah Indonesia. Banyak sekali kiprah mahasiswa yang telah menorehkan tinta emas bagi perjuangan bangsa. Dimulai dengan pergerakan Boedi Oetomo tahun 1908, kemudian dilanjutkan dengan Sumpah Pemuda tahun 1928, dan puncaknya pada tahun 1945 dimana mahasiswa pada masa itu memegang motor kendali bagi terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Tak cukup sampai disitu, pasca proklamasi kemerdekaan mahasiswa masih tetap memegang idealismenya yang tinggi untuk tetap membela kepentingan rakyat. Hal itu dibuktikan dengan peristiwa jatuhnya orde lama pada tahun 1966. Mahasiswa terus melakukan tugasnya yaitu mengawasi jalannya pemerintahan yang berlangsung. Mereka akan tetap berjuang walaupun jiwa-raga menjadi taruhannya. Tergulingnya rezim Orde Baru yang ditandai dengan mundurnya Soeharto dari kursi kepresidenan pada 21 Mei 1998 adalah salah satu bukti perjuangan mereka yang tak kenal menyerah dan tetap fanatik dengan gelar kemahasiswaannya serta jabatan sosial yang dipegangnya.
Secara moralitas mahasiswa harus mampu bersikap dan bertindak lebih baik dari yang lainnya karena mereka mempunyai latar belakang sebagai kaum intelektual, dimana mereka mengatakan yang benar itu adalah benar dengan penuh kejujuran, keberanian, dan rendah hati. Mahasiswa juga dituntut untuk peka terhadap lingkungan sekitarnya dan terbuka kepada siapa saja. Hal itu semata-mata karena mereka adalah kader-kader calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang, yang memegang kendali negara di masa depan.
Oleh karena itu mereka berhak untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah dan memberikan kritik atas setiap kebijakan yang dibuatnya. Sikap kritis itu merupakan wujud kepedulian mereka terhadap bangsa dan negaranya yang dilakukan dengan ikhlas dan dari hati nurani mereka, bukan atas keterpaksaan maupun intimidasi dari pihak luar. Segala sesuatu yang mereka perjuangkan adalah sesuatu yang mereka yakini adalah baik untuk kehidupan mereka di masa sekarang dan di masa yang akan datang. Sebagai pengusung moral force, mereka harus mengingatkan pemerintah jika pemerintah tersebut menyeleweng ataupun lupa pada tugas yang diembannya.
Menurut salah seorang tokoh yaitu Arbi Sanit (1985), ada lima hal yang melatarbelakangi penyebab tumbuhnya kepekaan mahasiswa terhadap berbagai persoalan yang ujungnya bertitik fokus pada perjuangan membela kepentingan rakyat, yaitu :
1.         Pertama, mahasiswa sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik memiliki persepektif atau pandangan yang cukup luas untuk dapat bergerak di semua lapisan masyarakat.
2.         Kedua, mahasiswa sebagai golongan yang cukup lama bergelut dengan dunia akademis dan telah mengalami proses sosialisasi politik terpanjang di antara generasi muda.
3.         Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup unik di kalangan mahasiswa, dan terjadi akulturasi sosial budaya tinggi di antara mereka.
4.         Keempat, mahasiswa sebagai golongan yang akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasan, struktur ekonomi, dan memiliki keistimewaan tertentu dalam masyarakat sebagai kelompok di kalangan kaum muda.
5.         Kelima, mahasiswa rentan terlibat dalam pemikiran, perbincangan, dan penelitian berbagai masalah yang timbul di tengah kerumunan masyarakat, memungkinkan mereka tampil dalam forum yang kemudian mengangkatnya ke jenjang karier sesuai dengan keahliannya.
Bila kita amati dengan seksama, mahasiswa mempunyai kedudukan yang sangat unik yaitu sebagai kaum yang diterima oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai kemampuan intelektual yang tinggi. Keberadaan tersebut juga didukung oleh karakteristik mahasiswa yang rata-rata masih berusia muda, penuh semangat, dinamis dan tidak takut kehilangan sesuatu yang merusak idialisme dirinya. Karena itulah di lingkungannya mahasiswa sering dikatakan sebagai “intelektual sejati”. Ketika harus terjun ke masyarakat, mereka dapat dengan mudah berbaur, dan ketika harus berurusan dengan kaum birokrat, mereka mampu mengimbangi dengan kemampuan intelektual dan pendidikan yang telah diterimanya selama ini. Oleh sebab itu, mereka berperan strategis dalam kehidupan berbangsa yaitu sebagai penerus cita-cita bangsa.
Mereka telah mendapatkan pendidikan akademis dan politik yang lebih dibandingkan dengan generasi muda yang lainnya sehingga menempatkan mereka pada golongan elit pemuda. Namun hal itu bukanlah suatu pekerjaan yang ringan, tapi suatu pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi, loyalitas, pemikiran, dan kesabaran yang tinggi.
Namun bukanlah keberhasilan yang akan didapat jika hanya mahasiswa yang berjuang di negeri ini. Mahasiswa tetap membutuhkan dukungan dari rakyat untuk menjalankan tugasnya, karena komponen terbesar negeri ini adalah rakyat, dan mahasiswa hanyalah sebuah komponen kecil.
Harus diakui bahwa selama ini peran mahasiswa sebagai moral force hanya sebatas pendobrak yang selanjutnya diserahkan kepada kaum politisi. Mahasiswa seperti memberikan sebuah cek kosong yang dapat diisi seenaknya oleh kaum politisi sehingga mereka tidak mampu melakukan kontrol atas cek yang diberikannya. Jika mereka ingin berperan lebih dari itu, mereka harus menyiapkan suatu konsep pemikiran mereka sebagai isi dari cek yang diberikan agar mereka mampu melakukan kontrol pada kaum politisi tersebut. Namun yang diberikan bukanlah sekedar konsep biasa, tetapi sebuah konsep yang mampu menjawab seluruh kebutuhan dan tantangan bangsa. Dan saat ini yang dibutuhkan bangsa adalah sebuah konsep yang mampu membawa bangsa ini keluar dari keterpurukan krisis multidimensi dan intimidasi kekuasaan menuju ke suatu titik pencerahan.
Namun, selama ini yang kita lihat, realita tidaklah seindah bayangan kita. Masih terlalu banyak mahasiswa yang tidak tahu atau pura-pura tidak tahu akan tanggung jawabnya sebagai pengemban amanah rakyat. Pandangan tersebut, tentunya berimplikasi pada posisi dan peran mahasiswa, sehingga eksistensi mahasiswa di mata masyarakat memudar. Bila hal ini dibiarkan berlanjut, bukan tidak mungkin perjuangan mahasiswa di masa mendatang tak lain hanyalah sebuah tong kosong yang nyaring bunyinya, atau sekedar katak di dalam tempurung. Mahasiswa harus segera berbenah untuk menyolidkan dirinya, karena mahasiswa bukanlah milik segelintir orang yang peduli pada nasib bangsa, tapi lebih dari itu.
Segala sesuatu yang besar adalah dimulai dari yang kecil. Adalah sebuah omong kosong jika dalam tubuh mahasiswa sendiri belum solid tapi sudah berkeinginan untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang lebih baik. Bangsa bukanlah hanya segelintir orang, tapi bangsa adalah terdiri dari banyak orang dengan beragam kondisi sosial dan budaya. Oleh karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan mahasiswa adalah membenahi kondisi internal dalam dirinya, menyolidkan barisan, menyamakan visi, misi dan idealisme, serta menghimpun kekuatan. Baru setelah itu mereka dapat membuat impian untuk menjadikan bangsa menuju kehidupan yang lebih baik dan mewujudkannya dalam sebuah realita.
C.    Kampus Sebagai Moral Force Pengembangan Hukum Dan HAM

Kampus merupakan wadah kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat, sekaligus merupakan tempat persemaian dan perkembangan nilai-nilai luhur. Kampus merupakan wadah perkembangan nilai-nilai moral, di mana seluruh warganya diharapkan menjunjung tinggi sikap yang menjiwai moralitas yang tinggi dan dijiwai oleh pancasila. 
Masyarakat kampus sebagai masyarakat ilmiah harus benar-benar mengamalkan budaya akademik. Masyarakat kampus wajib senantiasa bertanggung jawab secara moral atas kebenaran obyektif, bertanggung jawab terhadap masyarakat bangsa dan negara, serta mengabdi pada kesejahteraan kemanusiaan. Oleh karena itu sikap masyarakat kampus tidak boleh tercemar oleh kepentingan-kepentingan politik penguasa sehingga benar-benar luhur dan mulia.
a)      Kampus Sebagai Sumber Pengembangan Hukum
Dalam rangka bangsa Indonesia melaksanakan reformasi dewasa ini suatu agenda yang sangat mendesak untuk mewujudkan adalah reformasi dalam bidang hukum dan peraturan perundang- undangan. Negara indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, oleh karena itu dalam rangka melakukan penataan Negara untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis maka harus menegakkan supremasi hukum. Agenda reformasi yang pokok untuk segera direalisasikan adalah untuk melakukan reformasi dalam bidang hukum. Konsekuensinya dalam mewujudkan suatu tatanan hukum yang demokratis, maka harus dilakukan pengembangan hukum positif.
Berdasarkan tatib hukum Indonesia maka dalam pengembangan hukum positif Indonesia, maka falsafah negara merupakan sumber materi dan sumber nilai bagi pengembangan hukum. Hal ini berdasarkan Tap No. XX/MPRS/1966, dan juga Tap No. III/MPR/2000. Namun perlu disadari, bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum dasar nasional, adalah sumber materi dan nilai bagi penyusunan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam penyusunan hukum positif di Indonesia nilai pancasila sebagai sumber materi, konsekuensinya hukum di Indonesia harus bersumber pada nilai-nilai hukum Tuhan (sila I), nilai yang terkandung pada harkat, martabat dan kemanusiaan seperti jaminan hak dasar (hak asasi) manusia (sila II), nilai nasionalisme Indonesia (sila III), nilai demokrasi yang bertumpu pada rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara (sila IV),  dan nilai keadilan dalam kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan (sila V).
b)     Kampus Sebagai Kekuatan Moral Pembangunan Hak Asasi Manusia
Perlu kita sadari bahwa dalam penegakan hak asasi, terdapat pelanggaran hak asasi yang dapat dilakukan oleh seseorang, kelompok orang termasuk aparat negara, penguasa negara baik disengaja ataupun tidak disengaja (UU. No. 39 Tahun 1999).
Dasawarsa ini, kita melihat dalam menegakkan hak asasi seringkali kurang adil. Misalnya kasus pelanggaran di Timur-timur dan korban kerusuhan Sambas, Sampit, Poso
Jadi, marilah kita sebagai mahasiswa pencetus terjadinya reformasi, mari kita tujukan pada dunia bahwa kita mampu dalam merealisasikan semua cita-cita dan tujuan dasar dari reformasi. Akan tetapi disamping itu, perlu kita sadari juga bahwa mahasiswa sebagai tonggak dari penjunjung tinggi hak asasi manusi masihlah belum maksimal kinerjanya untuk hal yang disebutkan diatas. Maka, dari detik ini. Kita sebagai generasi bangsa haruslah benar-benar menanamkan nilai-nilai pancasila dalam setiap prilaku kita.


D.    PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN

Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar  pancasila secara normatif  berisi anggapan dasar, kerangka acuan, keyakinan, acuan, serta pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, serta pemanfaatan hasil-hasil pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan. Sehingga dalam segala aspek pembangunan nasional harus berlandaskan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
1.      susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga 
2.      sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial 
3.      kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan. 
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas. Hasil maupun pelaksanaan pembangunan tidak boleh bersifat pragmatis, yaitu hanya mementingkan kebutuhan manusia, namun mengabaikan pertimbangan etis.
Untuk mencapai pembangunan seperti yang diharapkan diatas, harus terpenuhi 3 syarat, yaitu:
1.      Menghormati Hak Asasi Manusia, artinya pembangunan tidak mengorbankan manusia tetapi harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia.
2.      Pembangunan harus dilaksanakan dengan demokratis, artinya melibatkan masyarakat sebagai tujuan dari pembangunan untuk mengambil keputusan apa yang menjadi kebutuhannya,
3.      Pembangunan itu penciptaan taraf minimum keadilan sosial, sehingga tidak terjadi kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang terjadi bukan semata-mata karena kemalasan individu tetapi karena struktur sosial yang tidak adil.
Pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi: bidang politik, ilmu pengetahuan, ekonomi sosial budaya, pertahanan keamananagama.
a)      Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Politik
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila). 
Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya,   agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari. Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan, melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan.
Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat informasi adalah: nilai toleransi, nilai transparansi hukum dan kelembagaan, nilai kejujuran dan komitmen.
b)     Perwujudan Nilai-nilai Pancasila Dalam Pembangunan Kehidupan Politik
1.      Sistem politik Negara harus berdasarkan pada tuntutan hak dasar kemanusiaan. Oleh karenanya, sistem politik yang berlaku dalam negara harus mampu mewujudkan sistem yang menjamin tegaknya HAM.
2.      Para penyelenggara negara beserta elit politik harus senantiasa memegang budi pekerti kemanusiaan, serta memegang teguh cita-cita moral rakyat Indonesia
3.      Memposisikan rakyat Indonesia sebagai subjek dalam kehidupan politik dan tidak hanya sekedar menjadikannya sebagai objek politik penguasa semata
4.      Mewujudkan tujuan Negara demi meningkatkan harkat dan martabat manusia
5.      Mencerdaskan rakyat dan memahami politik, tidak hanya menjadikan rakyat sebagai sarana mencapai tujuan pribadi ataupun golongan.
6.      Amanah dalam menjalankan amanat rakyat.



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Jadi, marilah kita sebagai mahasiswa pencetus terjadinya reformasi, mari kita tujukan pada dunia bahwa kita mampu dalam merealisasikan semua cita-cita dan tujuan dasar dari reformasi. Akan tetapi disamping itu, perlu kita sadari juga bahwasanya kita merupakan mahasiswa sebagai tonggak dari penjunjung tinggi hak asasi manusia masihlah belum maksimal kinerjanya untuk hal yang disebutkan diatas. Maka, dari detik ini. Kita sebagai generasi bangsa haruslah benar-benar menanamkan nilai-nilai pancasila dalam setiap prilaku kita.


DAFTAR PUSTAKA

Arman Yuni. “Kampus Sebagai Moral Force Dalam Pengembangan Hukum dan HAM” . 29 November 2014. http://armanyuni.blogspot.com/2014/11/kampus-sebagai-moral-force-dalam.html

Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma.

Wisnu Prihatmawan. “MORAL FORCE (PANCASILA)”. 29 November 2014. http://nenu 666.blogspot.com/2011/12/moral-force-pancasila.html

Zie. “Peran Mahasiswa Sebagai Moral Force” . 29 November 2014. http://ad213ro.blogspot .com / 2009/12/ peran-mahasiswa-sebagai-moral-force.html

About Unknown

Unknown
Recommended Posts × +

0 comments:

Post a Comment